Yang Indonesia Butuhkan
2/14/2017 11:27:00 AM
Perjalanan antara Kediri - Jakarta memakan perjalanan 20 jam lebih. Tentunya melelahkan bukan. Sempat terlintas pikiran bawasanya agenda seperti ini ialah bukan agenda menuntut keadilan. Tetapi andai rakyat berkumpul karena bersyukur atas negeri yang makmur, adil, dan sejahtera. Sungguh indah sekali rasanya. Kita berbondong bondong ke suatu tempat untuk beribadah atas syukur kita untuk Allah SAW.
Diluar hujan, entah mengapa seminggu terakhir ini hujan tiada henti hentinya. Seperti mataharipun enggan walaupun hanya mengintip. Lamunanku sampai pada bayangan debat pemilihan beberapa waktu lalu. Andai pemimpin kita justru takut beramanah. Mereka berdebat saling menunjukan kelebihan calon lainnya. Hingga saat telah ditentukan siapa yang akan memimpin negeri ini lisananya berucap "Innalillahi... sungguh berat urusan ini". Badanya gemetar, ada 250 juta kepala yang menjadi tanggung jawabnya. Bagaimana tidak takut, seorang pemimpin satu kakinya berada di atas neraka. Sesungguhnya memang sangat berat amanah menjadi pemimpin itu. Air matanya membasahi pipi dan bajunnya. Calon lain merangkulnya bergantian, saling menguatkan.
Seluruh rakyat yang menyaksikan lega. Pemimpin mereka telah terpilih. Semua sadar bawasannya amanah itu sangat berat. Sehingga mereka semua tergerak untuk membantu dengan hal sekecil apapun. Esok harinya, dia berangkat menuju istana. Kemegahan pilar pilar putih itu bak penjara mengerikan. Dia berjalan dengan kendaraan pribadi, tak ada pengawalan. Hanya petugas pengamanan di pintu gerbang. Tak ada kawat berduri, pagar besi itu tetap dibuka. Tak ada karpet mahal yang lebih mahal dari karpet masjid.
Setiap sebelum tidur, dia memastikan urusan negara ini kepada menteri menterinya apakah berjalan dengan semestinya. Satu persatu pemimpin di seluruh negeri ini di berbagai bidang dan urusan dihubungi. Hanya memastikan tidak ada satupun rakyat yang tidur kelaparan. Andai dalam semalam dia bisa berkeliling dari sabang sampai merauke seperti Umar saat itu. Setiap hari yang dia perhatikan adalah pertumbuhan perekonomian negerinya. Kunjungan dinasnya tidak lain adalah menghampiri kampung kampung tertinggal, terbelakang, dan terluar. Meskipun protokoler banyak yang dilanggar, dia sendiri yang memaksa untuk memikul karung demi karung untuk rakyatnya. Gubernur, Bupati, Camat, Lurah, Kepala Desa selalu dia mintai pertanggung jawaban, bagaimana bisa masih ada jalan yang berlubang, rumah yang hampir roboh, sekolah yang masih menarik iuran.
Hakim hakim di negeri ini selalu diawasi dengan pedangnya. Keadilan sesuai yang tercantum di Sila ke 5 harus ditegakaan untuk menjaga Sila pertama sampai ke 4 tetap berdiri dengan gagahnya. Siang hari dia bagaikan Singa. Tegas, Cepat, dan Berwibawa. Berani dan tetap rendah hati. Setiap Minggunya dia akan mendengar para Dewan Perwakilan untuk menyampaikan keluhan dari masing masing daerah. Semua segan terhadapnya, tak ada perasaan takut sedikitpun karena keadilan islam yang dibawanya. Kasus intoleran benar benar ditekan bahkan kerukunan antar umat sangat hangat di negeri ini. Sungguh itu akan menjadi 5 tahun yang melelahkan baginya.
Dingin AC mobil bertambah hujan yang tidak ada henti hentinya membuat mata ini sesekali tertidur. Tapi lubang lubang di sepanjang jalan sangat mengganggu sekali. Belum lagi kendaraan yang berhenti secara tiba tiba. Macet yang mengular seperti tak peduli ada ambulan yang membawa pasien sekarat saat itu. Apa lagi kami yang hanya mobil biasa. Saat lancar pun mobil ini harus mengalah pada mereka "yang punya jalan". Sudahlah, ternyata masih jauh dari apa yang diharapkan.
Bukan menyerah, optimisme itu masih ada. Dari istiqlal ini persatuan di negeri kita di tampilkan. Saat orang Islam itu islami, seakan akan kesejahteraan tidak bisa diukur dengan uang. Pedagang asongan dengan mudahnya menggratiskan minuman yang kami beli. Kita tidak mengenal, tapi persaudaraan kita dibawah kalimat Tauhid mengikat hati hati kita. Ketuhanan yang Maha Esa dijunjung. Acara di masjid meluber ke jalan jalan hingga beberapa kilo meter. Tetapi saat ada yang akan melaksanakan acara di gereja, semua orang berubah menjadi sibuk untuk memastikan mereka sampai di pintu gereja dengan lancar menembus ribuan orang. Belum lagi ada yang berusaha memayungi rombongan karena harus terpaksa turun dari mobil yang tidak bisa menembus kerumunan orang lagi. Semangat ini yang perlu dijaga. Yang dikhawatirkan selama ini tidak terbukti. Kebetulan? ini sudah empat kali seperti ini bung.
Atau itu itu hanya wujud ketakutan mu?
Katanya Intoleran? Radikal? Teroris? Keras? Mayoritas? Minoritas? Keutuhan NKRI?
Sampai predikat Islam Nusantara yang paling baik. Apa bedanya dengan yang lain?
Sudahlah, Ternyata Indonesia membutuhkan umat Islam yang islami.
0 komentar